Advertisement
Skip Row Blog - Kisah Khalifah Umar RA dan Gadis Pemerah Susu
Khalifah Umar bin Khattab sering melakukan ronda malam sendirian. Sepanjang
malam ia memeriksa keadaan rakyatnya langsung dari dekat. Ketika melewati
sebuah gubuk, Khalifah Umar merasa curiga melihat lampu yang masih menyala.
Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik.
Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang
mereka bicarakan. Dari balik bilik Kalifah umar mengintipnya. Tampaklah seorang
ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.
"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak
perempuan itu.
"Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit."
"Benar anakku," kata ibunya.
"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita
akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat
banyak," harap anaknya.
"Hmmm....., sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan
dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan
kelaparan," kata ibunya.
Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang
sudah terisi susu.
"Nak," bisik ibunya seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu
dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah."
Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah itu
begitu lelah dan letih menghadapi tekanan hidup yang amat berat. Ada rasa
sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya.
"Tidak, bu!" katanya cepat.
"Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan
air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang
berbuat curang kepada pembeli.
"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan
tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal.
"Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita
berlaku curang pada pembeli?"
"Tapi, tidak akan ada yang tahu kita mencampur susu dengan air! Tengah
malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu
perbuatan kita," kata ibunya tetap memaksa.
"Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!"
"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita
mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap
melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apa pun kita
menyembunyikannya, "tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang.
Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun,
jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.
"Aku tidak mau melakukan ketidak jujuran pada waktu ramai maupun sunyi.
Aku yakin Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap
saat,"kata anak itu.
Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar.
Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres.
Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.
" Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!" gumam khalifah Umar.
Khalifah Umar beranjak meniggalkan gubuk itu.Kemudian ia cepat-cepat pulang ke
rumahnya.
Keesokan paginya, khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Di
ceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.
" Anakku, menikahlah dengan gadis itu. Ayah
menyukai kejujurannya, " kata khalifah Umar. " Di zaman sekarang,
jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia.
Tapi takut pada Allah yang Maha Melihat."
Ashim bin Umar menyetujuinya.
Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak
perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan di
tangkap karena suatu kesalahan.
" Tuan, saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual
susu. Tuan jangan tangkap kami....," sahut ibu tua ketakutan.
Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak
menyunting anak gadisnya.
"Bagaimana mungkin?
Tuan adalah seorang putra khalifah , tidak selayaknya menikahi gadis miskin
seperti anakku?" tanya seorang ibu dengan perasaan ragu.
" Khalifah adalah orang yang tidak ,membedakan manusia. Sebab, hanya
ketawakalanlah yang meninggikan derajad seseorang disisi Allah," kata
Ashim sambil tersenyum.
" Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar.
Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya.
Bagaimana khalifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka.
" Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku
mendengar pembicaraan kalian...," jelas khalifah Umar.
Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana. Menilai
seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya.
Sesudah Ashim menikah dengan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia.
Keduanya membahagiakan orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Bebrapa tahun
kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak akan menjadi orang besar
dan memimpin bangsa Arab.
Advertisement